Nama Lain : Kresna Dwipayana, Rancakaprawa,Sutiknaprawa, Wiyasa
Nama Ayah : Begawan Palasara
Nama Ibu : Satyawati (Durgandini)
Saudara yg lain : Bimakinca, Kencarupa, Rajamala, Rekatawati, Rupakenca, Setatama
Nama Anak : Destarata, Pandu, Yamawidura
Tempat Tinggal : Sapta Arga
Riwayat hidup :
Begawan Abiyasa lahir di sebuah pulau Alas Gajah Oya, yang kemudian menjadi Astinapura. Ceritanya, ketika Begawan Palasara tapabrata, datanglah bidadari untuk mengganggunya, namun tidak berhasil. Kemudian Betara Guru menyuruh Betara Narada untuk berubah menjadi burung dan mengganggu Sang Begawan. Burung tersebut membuat sangkar dan beranak di atas kepala Sang Begawan, tapi kemudian burung itu pergi. Sang Begawan Palasara merasa kasihan pada anak burung yang ditinggal dan mencari induk burung yang meninggalkan anaknya. Sampailah Begawan Palasara di tepi Sungai Gangga. Ia melihat Dewi Durgandini dan memintanya untuk mengantar ia menyebrang. Di perahu itu terjadi percakapan dan tahulah bahwa Dewi Durgandini menderita penyakit, yaitu bau amis di sekujur tubuhnya. Begawan Palasara sanggup menyembuhkannya. Menikahlah Begawan Palasara dan Dewi Durgandini. Kemudian lahir Sang Abiyasa. Setelah kelahiran Abiyasa, bau amis hilang dan Dewi Durgandini berganti nama menjadi Dewi Setyawati. Begawan Palasara mengubah alat-alat untuk melahirkan menjadi Bimakinca, Kencarupa, Rajamala, Dewi Rekatawati, Rupakenca, dan Setatama. Semuanya menjadi saudara Abiyasa. Begawan Palasara pun meninggalkan kehidupan dan bertapa di Rahtawu, pegunungan Sapta Arga. Dewi Setyawati kemudian menikah dengan Prabu Sentanu.
Begawan Abiyasa mengikuti ayahnya yang bertapa di Rahtawu. Setelah kematian Citranggada dan Citrawirya anak-anak Dewi Setyawati dengan Prabu Sentanu, Dewi Setyawati meminta Begawan Abiyasa untuk memberikan keturunan. Atas permintaan ibunya, Begawan Abiyasa menikah dengan janda adik tirinya. Maka lahirlah Destarata yang buta dari Dewi Ambika dan Pandu yang tengleng dan bule dari Dewi Ambalika. Karena anaknya cacat, Dewi Satyawati memintanya untuk berketurunan lagi sehingga lahir Yamawidura dari dayang bernama Datri. Namun, Yamawidura pun cacat, yaitu kakinya timpang. Setelah anak2nya cukup dewasa, ia menyerahkan kepemimpinan kepada Pandu.
Setelah perang Baratayuda berakhir, Begawan Abiyasa berkeliling mengelilingin Padang Kuru Seta diiringi oleh seluruh keluarganya melihat bekas-bekas Baratayuda. Begawan Abiyasa merasa terharu ketika mengetahui tempat bekas Perang Baratayuda yang rusak, dan mengetahui banyak jiwa-jiwa yang belum sempurna. Maka Begawan Abiyasa memperbaiki tempat-tempat yang rusak dan memuja jiwa-jiwa yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna. Saat diketahui bahwa Pendeta Durna belum sempurna jiwanya, maka Begawan Durna menyempurnakan jiwa Pendeta Durna, hal ini membuat terharu hati para Pendawa dan keluarga. Begawan Abiyasa berumur panjang sehingga bisa melihat cicitnya Parikesit lahir. Pada akhir hayatnya, ia moksa dengan dijemput kereta kencana dari kahyangan. Begawan Abiyasa adalah seorang begawan yang sangat sakti. Begawan Abiyasa juga dipercaya sebagai orang yang menulis riwayat keluarga Barata.